Senin, 10 September 2012

Pengaruh Islam terhadap seni lukis Barat



Pengaruh Islam ke atas seni lukis Kristian merujuk kepada pengaruh seni lukis Islam, hasil seni di dalam dunia Islam dari abad ke-7 hingga abad ke-19, ke atas seni lukis Kristian. Pada tempoh itu, sempadan di antara dunia Kristian dan dunia Islam banyak berubah, dalam beberapa kes menyebabkan pertukaran penduduk dan seterusnya amalan kerja dan teknik seni lukis. Lagi, kedua-dua peradaban tersebut mempunyai hubungan diplomasi dan perdagangan yang memudahkan pertukaran budaya antara satu dengan lain.
Hasil seni perhiasan Islam merupakan barang import bernilai tinggi sepanjang Zaman Pertengahan.
Dari segi seni, titik-titik pertemuan penting di antara Barat Latin dan dunia Islam pada zaman awal Islam ialah Selatan Itali dan Sicily, dan semenanjung Iberia, yang mempunyai jumlah penduduk Islam yang signifikan. Kemudian republik maritim Itali memainkan peranan penting dalam perdagangan hasil seni. Seni lukis Islam tidak mempengaruhi seni lukis Salibi dalam negeri-negeri Salibi pada zaman Perang Salib, walaupun ia mungkin merangsang pengimportan barangan Islam di kalangan tentera Salibi yang pulang ke Eropah.

SENI LUKIS: DAN PEMIKIRANNYA PADA MASA PERMULAAN ISLAM



Salah satu perwujudan estetika Islam yang sering dikesampingkan ialah seni lukis. Padahal tradisinya memiliki sejarah panjang. Sebab-sebabnya mungkin karena seni lukis dalam tradisi Islam berkembang pesat di luar kebudayaan Arab, seperti Persia, Asia Tengah, Turki, India Mughal, dan Nusantara. Sedangkan apa yang disebut kebudayaan Islam kerap diidentikkan dengan kebudayaan Arab. Kecenderungan tersebut tampak pada sebutan ‘arabesque’ terhadap ragam hias tetumbuhan yang mengalami perkembangan pesat sejak berkembangnya agama Islam dan peradabannya. Sebab yang lain ialah anggapan bahwa larangan menggambar makhluq hidup yang bergerak seperti manusia dan binatang benar-benar didasarkan atas sumber al-Qur’an. Padahal ketidaksenangan ulama atau fuqaha tertentu terhadap seni lukis, sebagaimana terhadap seni pada umumnya, lebih didasarkan pada hadis tertentu yang kesahihannya masih terus diperdebatkan sampai sekarang.
Pandangan bahwa lukisan figuratif tidak dibenarkan dalam Islam bersumber dari teks-teks abad ke-11 dan 12 M, ketika ulama fiqih dan ilmu syariat mulai dominan dalam Islam. Dan mulai bertabrakan pandangan dengan para filosof (hukama) dan sufi berkaitan dengan manfaat seni dalam peradaban religius. Teks-teks sebelum abad tersebut malah tidak mempersoalkan kehadiran lukisan figuratif. Di negeri-negeri yang telah disebutkan malah abad ke-12 dan 13 M merupakan periode pesatnya perkembangnya seni lukis khususnya, dan seni rupa umumnya, dalam sejarah kebudayaan Islam. Lukisan-lukisan yang dihasilkan pada masa awal itu umumnya berupa lukisan miniature atau lukisan berukuran kecil yang pada mulanya dimaksudkan sebagai ilustrasi buku. Baru pada abad ke-17 M lukisan berukuran besar pada dinding berkembang pesat di negeri-negeri seperti Persia, Iraq, Turki, Asia Tengah, dan India Mughal. Sejalan dengan itu estetika atau teori seni juga berkembang. Peran estetika estetika menonjol karena mempengaruhi corak seni lukis secara umum.
Pada mulanya seni lukis dalam Islam muncul di wilaah-wilayah yang sebelum datangnya Islam telah memiliki tradisi seni lukis yang telah maju. Khususnya Persia, Iraq dan Asia Tengah. Di kawasan-kawasan ini peradaban besar masa lalu telah muncul seperti Mesopotamia, Sumeria, Assyria, Babylonia, Sughdia dan Persia. Tidak heran jika lukisan tradisi Islam paling awal dijumpai di wilayah-wilayah ini. Lukisan tertua misalnya dijumpai pada dinding istana Bani Umayyah yang dibangun oleh Sultan Walid I pada tahun 712 M di Qusair Amra, Syria. Juga lukisan di tembok bekas istana Sultan al-Mu`tazim dari Bani Abbasiyah di Samarra, Iraq, yang dibangun pada tahun 836-9 M.
Tembok bekas istana Sultan Walid I, yang terletak di tengah padang pasir itu, dipenuhi lukisan alegoris dan gambar berbagai jenis tumbuhan serta hewan. Asal-usul seni lukis dekoratif Islam (arabesque) mungkin dapat dilacak melalui gambar tersebut. Gambar di dinding istana Samarra memperlihatkan perkembangan lanjut yang penting. Di situ terdapat gambar gadis-gadis yang sedang menari, menyanyi dan bermain musik. Ini menggambarkan meriahnya kehidupan seni pertunjukan di istana kekhalifatan Abbasiyah di Baghdad sejak awal.
Di antara gambar menarik ialah gambar burung sedang terbang. Pada masa selanjutnya burung dijadikan tamsil bagi roh manusia yang selalu merindukan asal-usulnya di alam ketuhanan (`alam al-lahut) dan karenanya burung merupakan satu-satunya binatang yang muncul sebagai motif utama seni hias Islam. Sosok manusia digambar dalam pola lingkaran. Contoh serupa dijumpai pada sejumlah benda keramik dari zaman yang sama. Yang lebih menarik lagi ialah bahwa gambar di istana Abbasiyah itu dipengaruhi gaya Sassaniyah Persia abad ke-2 dan 7 M.
Benda estetik Islam lain juga dijumpai di Nisyapur, Iran Utara, berupa gambar berelung pada gip yang menampilkan motif vas dan bunga. Latar biru pada gambar itu lazim dijumpai pada lukisan miniatur Persia abad ke-13 sampai 17 M. Gambar tersebut besar kemungkinan dibuat pada abad ke-10 M ketika Nisyapur berkembang menjadi pusat peradaban Islam dan pusat pembuatan keramik terbesar di luar Cina. Bukti lain bahwa pada abad ke-10 M seni lukis telah berkembang ialah dijumpainya fresco-fresco peninggalan Bani Fatimiyah yang memerintah Mesir dari abad ke-10 sampai abad ke-12 M. Fresco-fresco Mesir itu menampilkan lukisan geometris khas Islam. Selain itu juga terdapat gambar figur berupa orang sedang memegang gelas minuman.
Sangat disayangkan memang tak banyak karya pelukis Muslim pada zaman permulaan itu yang dijumpai. Dua bencana besar telah menghapus jejaknya. Pertama, kebakaran yang meludeskan perpustakaan Bani Fatimiyah di Kairo pada abad ke-12 M. Hampir seluruh manuskrip berharga dari abad ke-8 sampai 12 M yang jumlahnya ratusan ribu hangus ditelan api. Padahal dalam naskah-naskah kuna itu terdapat banyak ilustrasi yang menjelaskan perkembangan seni lukis abad ke-9 – 10 M dalam Islam. Beberapa fragmen yang dijumpai dan selamat dari jilatan api ialah gambar kepala perajurit sedang berangkat ke medan perang. Gayanya mirip dengan gaya Iran dari abad yang sama.
Bencana kedua ialah musnahnya perpustakaan kekhalifatan Baghdad pada masa penyerbuan tentara Mongol pada tahun 1256 M. Namun masih untung, karena beberapa manuskrip berisi ilustrasi, yang dibuat pelukis Muslim abad ke-12 dan awal abad ke-13, masih dijumpai dalam jumlah memadai. Di antaranya manuskrip yang memuat lukisan miniatur karya al-Wasiti, seorang pelukis terkenal pada zaman akhir kekhalifatan Abbasiyah. Lukisan al-Wasiti dijumpai pada manuskrip berisi salinan teks Maqamat, kumpulan cerita pendek karangan al-Hariri.
Bahwa pada abad ke-11 dan 12 M seni lukis berkembang, khususnya di wilayah Persia, tampak pada adanya uraian tentang seni lukis dan pelukis dalam beberapa karya sastra masyhur. Misalnya dalam Shah-namah (1009 M) karya Firdausi, Iskandar-namah dan Khamza karya Nizami (w. 1202 M). Dalam dua buku itu, masalah seni lukis dan pandangan seniman Muslim tentang seni lukis disajikan secara jelas. Juga dijelaskan pengaruh seni lukis Byzantium dan Cina. Keterangan tentang pesatnya perkembangan seni lukis juga ditemui dalam buku-buku karangan Imam al-Ghazali (w. 1111 M) seperti Ihya’ Ulumuddin dan Kimiya-i-Sa`adah. Dalam bukunya itu Imam al-Ghazali membahas hadis yang memuat larangan menggambar mahluq hidup di luar tetumbuhan.
Penjelasan serupa juga dijumpai dalam beberapa teks abad ke-13 dan 14 M, Bustan dan Gulistan karya Sa`di (w. 1292 M) dan Matsnawi karya Jalaluddin Rumi (1207-1273 M). Pada masa ketika teks-teks tersebut ditulis, teori seni dan imaginasi telah berkembang dalam tradisi intelektual Islam. Pada masa yang sama negeri Persia secara bergantian berada di bawah kekuasaan dinasti Persia, Turk dan Mongol (Il-khan). Dinasti-dinasti ini dikenal sebagai pencinta dan pelindung seni lukis. Seni lukis berkembang pesat terutama pada zaman Bani Ilkhan Mongol (1258-1395 M) memerintah Iraq dan Persia sejak jatuhnya kekhalifatan Abbasiyah. Sejak akhir abad ke-13 M banyak pelukis Cina didatangkan oleh sultan-sultan Mongol untuk menghiasi dinding-dinding istana mereka. Dari para pelukis Cina inilah pelukis-pelukis Muslim mempelajari tehnik melukis dan mengolah warna, serta cara-cara membuat kertas yang bermutu tinggi.
Dalam bukunya Islam and Muslim Art (1979) Alexandre Papadopulo mengatakan bahwa seni lukis Islam berkembang semarak antara tahun 1335-1350 M dan berakar pada tradisi seni lukis Persia yang berkembang di Mesir pada abad ke-10 M. Walaupun dipengaruhi seni lukis Cina, namun motif estetik yang melandasi penciptaan seni lukis Islam pada waktu itu sangat berbeda dengan motif estetik pelukis Cina. Motif pelukis Cina didasarkan pada Taoisme yang menganjurkan gagasan penyatuan dengan alam. Karena itu lukisan Cina didominasi lukisan tentang alam. Teori yang mereka gunakan ialah teori representasi dengan pendekatan semi naturilistik. Pelukis-pelukis Taois juga percaya bahwa pemandangan alam, apabila dihadirkan dengan ketrampilan artistik yang tinggi, dapat merepresentasikan perasaan dan pikiran manusia yaitu pelukisnya dengan baik
Pelukis Muslim bersikap sebaliknya. Meniru gambar alam atau membuat lukisan dengan mengedepankan hasil pencerapan indera berarti merendahkan peranan akal pikiran dan imaginasi, yang merupakan tanda utama keunggulan manusia dari makhluq lain. Karena mengedepankan akal pikiran dan imaginasi maka yang dihasilkan ialah lukisan yang bukan sekadar representasi dari obyek-obyek yang dapat dicerap indera, apalagi tiruan dari obyek. Lukisan-lukisan karya seniman Muslim cenderung adalah hasil stilisasi dan simbolisasi atas bentuk.atau tidak jarang cenderung ke abstrak imaginatif. Sebagai contoh ilustrasi dalam teks Kitab al-Tsabita yang disalin pada awal abad ke-13. Di situ gambar manusia tidak disertai gerak tubuh dan cenderung linear. Bahkan sosok manusia diubahsuai ke dalam bentuk abstrak. Memang secara teknis lukisan tersebut dipengaruhi oleh seni lukis Cina, sebagaimana terlihat pada garapan garis yang sempurna dan rapi dalam gambar kaki sapi. Penggunaan warna emas dan perak untuk iluminasi dan garis pinggir membuat lukisan tersebut hadir sebagai lukisan abstrak.
Contoh lain ialah ilustrasi dalam manuskrip Kitab al-Aghani (karya al-Isfahani) dan Kitab al-Diryaq (terjemahan buku Galenus) yang disalin pada akhir abad ke-12 M. Lukisan-lukisan dalam dua manuskrip inilah yang berpengaruh terhadap lukisan-lukisan abad ke-13 M. Ciri-cirinya antara lain: (1) Sosok manusia digambar statik, tanpa peragaan atau modelling; (2) Watak individual masing-masing sosok ditonjolkan, suatu hal yang tidak dijumpai dalam lukisan Cina dan Jepang yang sezaman; (3) Motif seni hias yang disertakan sangat beraneka ragam; (4) Warna yang digunakan dipilih dengan tujuan mencipta harmoni dan keseimbangan dalam ruang otonom; (5) Ornamentasi menggunakan menggunakan gaya arabeska; (6) Ruang yang otonom dibentuk dengan membuat spiral. Yang menentukan bobot lukisan itu ialah bangunan geometrisnya, bukan kemiripan gambar dengan kenyataan.
Dalam tradisi manapun perkembangan seni dan aliran-alirannya selalu dipengaruhi oleh penerimaan dan penghargaan masyarakatnya. Namun pengaruh yang lebih besar lagi bagi kecenderungannya ialah perkembangan wawasan dan gagasan yang sedang tumbuh pada zamannya. Perkembangan paling pesat mengambil tempat di Persia pada abad ke-13 dan 14 M, sehingga tidak heran apabila lukisan Islam diidentikkan dengan lukisan Persia. Di sini pelukis selalu dikaitkan dengan Manu, seorang penganjur agama sinkretik pada abad ke-3 M yang juga seorang pelukis terkenal.
Manu lahir di Babylonia pada tahun 216 M dan wafat pada tahun 277 dalam tahanan di penjara Gundeshpur. Raja Bahram I dari Bani Sassan yang berkuasa menganggap ajaran Manu sesat. Pengikut ajarannya banyak yang dibunuh, namun Manu sendiri berhasil menyelamatkan diri. Dia mengembara ke Asia Tengah dan Cina di mana dia memperoleh banyak pengikut. Agama yang dia ajarkan merupakan campuran Kristen, Buddhisme dan Zarathustraisme dan bersifat dualistis. Alam dunia ini ialah pertentangan abadi antara kekuatan baik dan buruk, yang dilambangkan dengan Cahaya dan Kegelapan.
Berbeda dengan penganjur agama sebelumnya, Manu punya kelebihan: Dia seorang pelukis dan sastrawan, serta ahli pidato yang ulung. Dalam Shah-namah (1004) Firdawsi menyatakan bahwa Manu menyebarkan agama tidak hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan lukisan. Namun karena ajaran agamanya bertentangan dengan agama resmi yang dianut raja-raja Bani Sassaniyah dan popularitasnya mengancam kedudukan pendeta Zoroaster (mubad), dia didakwa sebagai nabi yang sesat. Setelah ajaran agamanya diumumkan sesat para pengikut Manu dikejar dan ditangkapi. Manu sendiri dan beberapa sisa pengikutnya yang setia dapat melarikan diri dan pada akhirnya mengembara ke Asia Tengah dan Cina.
Di setiap negeri yang didatangi dia ternyata mendapatkan banyak pengikut baru. Dia berhasil berdakwah melalui media seni lukis. Kepada para pengikutnya yang berbakat Manu mengajar seni lukis. Mereka membangun kuil yang indah, yang dinding luar dan dalamnya penuh dengan lukisan yang menarik. Para pengikut agama Buddha dan Tao terpengaruh oleh kuil-kuil Manuisme dan meniru membangun kuil yang dipenuhi lukisan sebagaimana kita saksikan sampai sekarang.
Melalui penyebaran agama Manu pada abad ke-3 M ini pulalah lukisan Persia tersebar dan pengaruh di Asia Tengah dan Cina. Namun pada gilirannya nanti setelah seni lukis Asia Tengah dan Cina berkembang pesat, dan di Persia mengalami kemunduran, orang-orang Persia kembali belajar kepada orang-orang Cina. Tetapi yang paling penting dalam kaitannya dengan tradisi lukisan miniatur ialah kisah yang dialami Manu ketika untuk pertama kalinya akan menginjakkan kaki di negeri Cina.
Menurut cerita ketika penduduk negeri Cina mendengar Manu akan mengunjungi negeri itu untuk menyebarkan agama baru, beberapa pelukis Cina berkumpul dan sepakat menggambar kolam air pada sebuah hamparan batu besar. Gambar itu diletakkan di perbatasan tempat Manu akan memasuki negeri Cina. Lukisan kolam air selesai dibuat tidak lama sebelum Manu menginjakkan kaki di wilayah itu. Manu mengira bahwa lukisan kolam air itu benar-benar kolam. Ketika dia melangkah kendi air yang dibawanya jatuh dan pecah. Kini dia tahu bahwa kolam itu hanya sebuah gambar untuk memperdaya dirinya. Agar orang lain yang melewati tempat itu tidak terkecoh maka Manu kemudian menggambar bangkai anjing di atas gambar kolam itu. Gambar itu sangat bagus dan membuat jijik orang yang melihatnya. Dengan demikian orang-orang yang melalui jalan itu tidak akan menginjakkan kaki di kolam itu.
Pelukis-pelukis Cina sangat kagum terhadap Manu. Sejak itu Manu diikuti oleh orang banyak dan khotbah-khotbahnya selalu dihadiri orang ramai. Namun penulis-penulis Persia memberi makna dan penafsiran berbeda-beda terhadap peristiwa itu. Menurut Nizami, Manu dipandang murtad oleh para pendeta Zoroaster (mubad) karena menggambar realistik sehingga dapat menyingkap kebenaran. Lawannya para mubad disamakan dengan ulama fiqih yang memandang pelukis sebagai penyembah berhala dan dapat melukis bagus berkat bantuan ilmu sihir. Firdawsi menyebut Manu sebagai nabi yang berdakwah dengan lukisan dan pengikut Manu Efrahim mengatakan bahwa Manu pernah berkata: “Aku menulis ajaranku dalam kitab dan menggambarkannya dengan warna dan garis; mereka yang memahami melalui kata-kata tidak perlu melihat lagi dalam gambar dan mereka yang hanya dapat memahami melalui gambar biar melihat ajaranku melalui gambar karena mereka tidak dapat memahami melalui kata-kata.”
Para penulis Islam abad ke-12 M menafsirkan pengalaman Manu di negeri Cina itu sebagai berikut: Kolam air yang memantulkan bayangan diumpamakan sebagai mata hati seorang seniman yang kaya dengan imaginasi dan gambar anjing merupakan kias bahwa seorang pelukis bukan tukang sihir yang kerjanya menipu orang. Pendek kata apa yang dikemukakan para sastrawan Persia abad ke-11 dan 12 ini merupakan pembelaan terhadap eksistensi pelukis seraya menyindir para ulama fiqih yang mereka samakan dengan para mubad atau pendeta ortodoks Zoroaster.
Menurut para penulis di atas kedudukan dan peranan pelukis sangat penting dalam peradaban dan kehidupan agama. Kalau sebuah ajaran disampaikan dengan gambar atau lukisan mungkin orang lebih mudah menangkap ajaran suatu agama dibandingkan dengan penyampaian melalui kata-kata. Penyampaian melalui lukisan langsung dapat diserap oleh pancaindera dan tidak jarang penikmatan indera bersifat subtil dan merangsang intuisi dan pikiran. Untuk membela kedudukan pelukis, dalam bukunya Gulistan Sa`di menyamakan bukunya dengan sebuah lukisan masterpiece dalam Galeri Seni Rupa (arzang) Cina.
Sa`di berpendapat bahwa karya sastra ialah lukisan yang menggunakan media kata-kata. Sebagaimana dalam lukisan, yang dituangkan dalam karya sastra bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Namun hanya pantulan imaginasi, gagasan dan pikiran. Gambar dalam lukisan bukan sesuatu yang bernyawa, akan tetapi hikmah (al-hikmah) yang ditransformasikan ke dalam obyek penikmatan indera (estetik). Fungsi lukisan ialah mendidik orang supaya terdorong mengaktifkan penglihatan indera dan batinnya sekaligus, sebab keduanya –penglihatan indera dan penglihatan batin– memiliki hubungan erat. Sebagai anugerah Tuhan pancaindera berhak memperoleh hidangan rohani yang sehat, yang dapat dipenuhi hanya oleh benda-benda seni yang memiliki nilai estetik tinggi.
Membela kedudukan pelukis dalam bukunya Khamza, Nizami sengaja menyebutkan bahwa menjadi pelukis lebih sukar dibanding menjadi arsitek. Menurut Nizami seorang pelukis menjadi pelukis bukan hanya karena bakat dan cita-cita, melainkan terutama disebabkan pendidikan dan latihan yang diterimanya. Pada abad ke-12 dan 13 M di Persia untuk menjadi pelukis seseorang harus mempelajari geometri, astronomi, ilmu optik, kaligrafi, tarikh atau sejarah, tasawuf, ilmu tafsir dan sastra. Karena itu kegiatan melukis dipandang sebagai kegiatan intelektual bukan semata-mata kegiatan artistik.
Namun berbeda dengan filosof atau ilmuwan yang mengandalkan keahliannya pada penguasaan akal dan bacaan yang banyak, serta penelitian dan eksperimen, keahlian seorang seniman dalam bidangnya ditentukan oleh imaginasi dan intuisinya. Menurut Nizami seorang pelukis dapat membuat lukisan yang bagus dan berbobot tidak disebabkan karena memiliki bakat dan ketrampilan artistik, tetapi terutama disebabkan memiliki imaginasi (khiyal) yang kaya. Pelukis yang memiliki imaginasi kaya dapat melukis di mana saja, juga pada air yang sedang mengalir. Dengan pendapatnya itu Nizami hendak mengatakan bahwa sebuah lukisan itu lahir dari imaginasi bukan dari kenyataan sebenarnya. Maka kegiatan seni lukis dipandang sebagai kegiatan intelektual yang bersifat imaginatif, intuitif dan rekreatif.
Penjelasan tentang imaginasi dijumpai dalam buku Arudi yaitu Chadar Maqala. Imaginasi ialah fakultas jiwa yang berfungsi menyimpan gambar-gambar yang dicerap pancaindera dari dunia luar sehingga dengan demikian gambar-gambar itu tetap tersimpan dalam otak walaupun benda-benda yang dilihat indera sudah tidak ada. Dengan kata lain imaginasi ialah fakultas jiwa yang memiliki ingatan visual yang kuat. Seniman yang memiliki ingatan visual kuat akan mudah melahirkan lukisan yang baik. Penulis lain yaitu Dust Muhammad mengumpamakan seniman yang penglihatan kalbunya tajam dan imaginasinya kaya sebagai cermin yang mudah menangkap image (suwari) apa saja yang datang dari luar. Lukisan yang indah, menurut Dust Muhammad, dicipta oleh pelukis yang penglihatan hatinya terang.
Perumpamaan cermin juga digunakan Rumi. Menurut Maulana Rumi ialah cermin penglihatan kalbu yang sanggup menerima kesan atau pantulan dari dunia luar dengan baik dan melalui cermin penglihatan kalbu itulah sebuah lukisan memantul. Rumi menyamakan gambar dalam lukisan dengan bayang-bayang dalam cermin. Sebagaimana bayang-bayang dalam cermin, gambar dalam lukisan tidak bernyawa. Nyawa dicipta oleh Tuhan dan ia berada di tempat lain tidak dalam cermin. Kalau gambar lukisan seperti bayang-bayang dalam cermin, maka gambar yang sesungguhnya tidak hadir dalam cermin. Gambar yang sesungguhnya tersembunyi dalam jiwa si pelukis. Atau sebagaimana dikatakan Nizami:
Setiap lukisan (surah) yang dibuat pelukis (surat-gar)
Memiliki pantulan (nishan) tetapi bukan jiwa
Mereka mengajarku melukis
Tetapi pakaian jiwa tersembunyi di tempat lain
Melalui cara demikian itulah para sastrawan Persia membela kedudukan pelukis dan seni lukis dalam peradaban Islam. Mereka membela pelukis dari tuduhan yang menganggap mereka menggambar makhluq hidup. Pelukis tidak menggambar makhluq hidup, tetapi menghadirkan gambar berdasar apa yang dilihat dalam imaginasinya. Karena itu gambar tdalam lukisan tidaklah bernyawa. Gagasan dan pemikiran tersebut melahirkan konsep bahwa seni bukan tiruan alam.

Kamis, 06 September 2012

Seni lukis adalah

senilikisadalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar.
Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.

Sejarah umum seni lukis



Zaman prasejarah

Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar).
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.

Seni lukis zaman klasik

Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
  • Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama)
  • Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),
Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.

Seni lukis zaman pertengahan

Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas.
Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan "bagus".
Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi. Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang "benar" dari benda).

Seni lukis zaman Renaissance

Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.
Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah:

Art nouveau

Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, biaya pembuatannya akan menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam.

Sejarah seni lukis di Indonesia

Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.

Aliran seni lukis

Surrealisme

Lukisan aliran surrealisme ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi dan sebenarnya bentuk dari gudang fikiran bawah sadar manusia. Pelukis berusaha untuk membebaskan fikirannya dari bentuk fikiran logis kemudian menuangkan setiap bagian dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu, yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya. Salah satu tokoh yang populer dalam aliran ini adalah Salvador Dali

Kubisme

Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Pablo Picasso.

Romantisme

Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.
Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh.

Plural painting

Adalah sebuah proses beraktivitas seni melalui semacam meditasi atau pengembaraan intuisi untuk menangkap dan menterjemahkan gerak hidup dari naluri kehidupan ke dalam bahasa visual. Bahasa visual yang digunakan berpijak pada konsep PLURAL PAINTING. Artinya, untuk menampilkan idiom-idiom agar relatif bisa mencapai ketepatan dengan apa yang telah tertangkap oleh intuisi mempergunakan idiom-idiom yang bersifat: multi-etnis, multi-teknik, atau multi-style..

Rabu, 05 September 2012

Sejarah seni lukis di Indonesia

Seni Rupa

adalah cabang Seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.
Seni Rupa dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu Seni Rupa murni, kriya, dan desain. Seni Rupa murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan pemuasan eksresi pribadi, sementara kriya dan desain lebih menitikberatkan fungsi dan kemudahan produksi.
Secara kasar terjemahan Seni Rupa di dalam Bahasa Inggris adalah fine art. Namun sesuai perkembangan dunia seni modern, istilah fine art menjadi lebih spesifik kepada pengertian Seni Rupa murni untuk kemudian menggabungkannya dengan desain dan kriya ke dalam bahasan visual arts
Program Studi Seni Rupa murni merupakan program studi dibidang Seni Rupa yang awalnya berangkat dari pemahaman tradisi “Fine-Art”. Sebuah tradisi yang berkembang dari wacana Modernism yang mempunyai struktur dan bentuknya sendiri, tidak bertujuan praktis (guna keseharian). Suatu bahasa Seni Rupa yang berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Lingkup pendidikan Program Studi secara garis besa Seni Rupa Murni rnya memberikan kemampuan (metode) berlatih dan belajar berpikir melalui (secara) Rupa dengan logika Rupa yang menghubungkan kepekaan dan struktur, proses kreatif dan sistem perancangan serta kaidah estetik dan teknologi, ditunjang dengan wacana ilmu-ilmu sosial dan kebudayaan.
Kelompok Keahlian (Seni Rupa Visual Arts) adalah kelompok keahlian yang melingkupi wilayah keilmuan dan keahlian kesenimanan dan estetika Terapan dalam konteks W Seni Rupa ilayah tersebut secara spesifik meliputi keahlian yang dibagi dalam sub KK, yaitu:
  1. Seni Rupa Trimatra (Three dimensional art)
  2. Teknik dan material Seni
Sub KK Seni Rupa Dwimatra dan Trimatra tersebut secara lebih khusus lagi tampak dalam pengelompokan idiom dan medium y Seni Rupa aitu: seni lukis (painting), seni grafis (printmaking), seni patung (sculpture), seni keramik (ceramic), seni gambar (drawing), fotografi yang sudah cukup establish. Sedangkan beberapa idiom dan medium yang saat ini mulai dikembangkan adalah seni video (video art), instalasi (installation), seni lingkungan (enviromental art), performance art.
Sedangkan sub KK Teknik dan material seni adalah keahlian spesifik yang berkaitan dengan kebutuhan akan pengembangan bahan dan peralatan bagi kepentingan aplikasi kesenimanan dan estetika terapan. Wilayah ini menjadi penting karena dalam artikulasi karya seni rupa kebutuhan akan teknik dan bahan sangatlah terkait erat. Misalnya dalam keramik terdapat teknik-teknik handbuilding, casting, dalam grafis terdapat teknik cetak dalam dan cetak tinggi, dalam patung terdapat teknik cor logam, pahat, dalam lukis terdapat teknik realis,impresionis, dan lain-lain. Sedangkan dalam konteks material, untuk menyebut beberapa, terdapat material porselen, bonechina dalam keramik, material kayu, logam dalam patung, material kertas, tinta dalam grafis dan akrilik, cat minyak dalam lukis. Lebih jauh lagi teknik dan material dalam seni rupa saat ini selalu mengalami perkembangan dan penajaman. Sub KK ini diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan akan riset yang terkait dengan kemungkinan-kemungkinan pengolahan teknik dan material dan mengantisipasi perkembangan teknik dan material dalam seni rupa
Mengenai estetika terapan adalah wilayah yang lebih dekat dengan aspek pengabdian masyarakat. Keahlian-keahlian di bidang keramik, grafis, lukis, dan patung, selama ini telah diterapkan tidak hanya untuk karya individual sebagai seniman, melainkan juga menyentuh wilayah aplikatif yang terkait dengan aspek guna masyarakat. Misalnya beberapa kegiatan yang telah dilakukan adalah pembuatan elemen estetik, monumen, pengembangan kerajinan keramik, kaca patri, atau gambar untuk kreatifitas. KK  seni rupa uga memiliki kemungkinan startegis dalam continuing education sebagai satu bentuk nyata pengabdian kepada masyarakat.
Pada dasarnya pengelompokan sub keahlian dalam KK seni rupa adalah upaya untuk mensinergiskan fungsi KK sebagai kelompok yang memiliki otoritas keilmuan dan keahlian dalam menjalankan peran penelitian dan pengabdian masyarakat. Selain itu pertimbangan lain adalah aspek manageable agar mudah dalam proyeksi ke depan serta mengantisipasi kemungkinan lintas disiplin atau lintas KK.
Pengertian Ornamen Cakupannya.
Banyak para ahli berpendapat bahwa, perkataan ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasi, dalam Ensiklopedia Indonesia, ornamen dijelaskan  sebagai setiap hiasan bergaya geometrik atau yang lainnya; ornamen dibuat pada suatu bentuk dasar dari hasil kerajinan tangan ( perabot , pakaian, dsb) dan arsitektur.Ornamen merupakan  komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja di buat untuk tujuan sebagai hiasan. Di samping tugasnya sebagai penghias secara implisit menyangkut segi-segi keindahaan, misalnya untuk menambah keindaahan suatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, di samping itu dalam ornamen sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup ( falsafah hidup ) dari manusia atau masyarakat pembuatnya, sehingga benda-benda yang diterapinya memiliki arti dan makna yang mendalam, dengan disertai harapan-harapan yang tertentu pula.     Pada perkembangan-perkembangan lebih lanjut, pemanfaatan ornamen di samping memiliki maksud-maksud tertentu dan pada waktu yang lebih kekinian ( saat sekarang ) banyak penekannya hanya sekedar sebagai penghias saja, dengan demikian ornamen betul-betul merupakan komponen produk seni yang di tambahkan atau sengaja di buat  untuk tujuan sebagai hiasan semata. Dengan demikian jelas bahwa tugas dan fungsi ornament adalah sebagai penghias suatu objek, dan apabila ornamen tersebut di letakkan atau diterapkan pada benda lain akan memiliki nilai tambah pada benda tersebut. Apakah akan menambah indah, antik, angker, cantik, dan atau predikat yang lain lagi. Tentunya dalam cakupan yang sesuai dengan bagaimana dan di mana suatu ornamen harus di gunakan. Ternyata pengertiannya tidak semudah itu, sebab dalam ornamen menyangkut masalah-masalah lain yang lebih kompleks dan luas. Karena dalam hubungannya perlu diuraikan tentang motif, atau tema maupun pola-pola yang di kenakan pada benda-benda seni, bangunan, dan pada permukaan apa saja tanpa memandang kepentingannya bagi struktur dan fungsinya.Selanjutnya apabila diteliti lebih mendalam dari pembahasan di atas, cakupan ornamen menjadi sangat luas. Karena sesuatu yang mempunyai tugas menghiasi serta menambah nilai dari benda yang ditempatinya berarti disebut sebagai ornamen. Pengertian ini akan lebih menyulitkan dalam memahami apabila ingin mengembangkannya, dan tidaklah sepenuhnya pengertian ornamen tidaklah demikian, sebab ornamen memiliki ciri, sifat dan karakter yang sangat khusus. Sehubungan dengan itu, coba kita bandingkan persoalan-persoalan berikut ini dalam sebuah kelompok ornamen, sebuah patung yang berdiri sendiri bisa berubah menjadi suatu unit bila di letakkan di taman kota atau ditempatkan pada pintu-pintu masuk gedung/bangunan. Begitu juga seandainya sebuah lukisan yang di pasang pada dinding suatu ruangan/ruang tamu beserta mebel-mebelnya yang begitu serasi, membuat suasana ruangan tersebut menjadi lebih menarik dan indah. Dari uraian di atas jelas fungsi patung, lukisan serta mebel-mebel adalah sebagai hiasan pada taman kota, ruang tamu, maupun pintu gerbang, jadi dengan demikian patung, lukisan, patung dan mebel tadi dapat diartikan sebagai ornamen dari taman Kota, ruang tamu maupun pintu gerbang tersebut. Namun perlu di ketahui bahwa hal yang demikian itu bukanlah yang di maksud dengan ornamen sesungguhnya, sebagai mana yang saya maksudkan. Contoh lain, ada sebuah mebel yang di dalamnya terdapat ukiran-ukiran yang melilit-lilit ke seluruh bagian mebel, atau ukirannya hanya pada beberapa bagian saja. Dalam kasus ini mudah dijelaskan kedudukan ukiran tadi, yaitu sebagai hiasan atau ornamen dari mebel tersebut. Sejalan dengan itu, adalah sama persoalannya bila gelang, kalung, liontin di anggap sebagai ornamen dari orang yang memakainya, padahal di sisi lain benda-benda perhiasan tersebut juga terdapat ornamen yang menghiasinya.Pengertian di atas agak cukup menyulitkan dalam menarik kesimpulan yang memadai, terlebih lagi apabila dikaitkan dengan penertian dekorasi. Sebab arti dari dekorasi juga menghiasi, sekalipun demikian dapat di pahami bahwa pada umumnya pengertian ornamen dengan dekorasi dalam banyak hal terdapat kesamaan, namun tetap saja ada perbedaan-perbedaan yang signifikan, karena dekorasi dalam banyak hal lebih menekankan pada penerapan-penerapan yang bersifat khusus, misalnya dekorasi interior, dekorasi panggung. Dalam menanggapi masalah itu, barangkali akan menjadi lebih terbuka pemikiran kita apabila menyadari bahwa ornamen dapat menjadi elemen  atau unsur dekorasi, tetapi tidak untuk sebaliknya ( dekorasi sebagai unsur ornamen ). Oleh sebab itu pengertian ornament akan bergantung dari sudut mana kita melihatnya, dan setiap orang bebas menarik kesimpulan menurut sudut pandangnya.
Sejarah seni lukis di Indonesia
Seni lukis adalah salah satu induk dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari drawing.
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini. Awalnya pelukis Indonesia lebih sebagai penonton atau asisten, sebab pendidikan kesenian merupakan hal mewah yang sulit dicapai penduduk pribumi. Selain karena harga alat lukis modern yang sulit dicapai penduduk biasa.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda.
Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa.
Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama.
Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah “kerakyatan”. Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Para pelukis kemudian beralih kepada potret nyata kehidupan masyarakat kelas bawah dan perjuangan menghadapi penjajah.
Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda, namun lebih sebagai sarana ekspresi pembuatnya. Keyakinan tersebut masih dipegang hingga saat ini.
Perjalanan seni lukis kita sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi
Seni grafis
adalah cabang seni rupa yang proses pembuatan karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Kecuali pada teknik Monotype, prosesnya mampu menciptakan salinan karya yang sama dalam jumlah banyak, ini yang disebut dengan proses cetak. Tiap salinan karya dikenal sebagai ‘impression’. Lukisan atau drawing, di sisi lain, menciptakan karya seni orisinil yang unik. Cetakan diciptakan dari permukaan sebuah bahan , secara teknis disebut dengan matrix. Matrix yang umum digunakan adalah: plat logam, biasanya tembaga atau seng untuk engraving atau etsa; batu digunakan untuk litografi; papan kayu untuk woodcut/cukil kayu. Masih banyak lagi bahan lain yang digunakan dalam karya seni ini. Tiap-tiap hasil cetakan biasanya dianggap sebagai karya seni orisinil, bukan sebuah salinan. Karya-karya yang dicetak dari sebuah plat menciptakan sebuah edisi, di masa seni rupa modern masing-masing karya ditandatangani dan diberi nomor untuk menandai bahwa karya tersebut adalah edisi terbatas.
Seni Patung adalah cabang Seni rupa yang hasil karyanya berwujud tiga dimensi. Biasanya diciptakan dengan cara memahat, modeling (misalnya dengan bahan tanah liat) atau kasting (dengan cetakan).
Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Pengaplikasiannya dengan ditempel di dinding atau permukaan datar lainnya dengan sifat mencari perhatian mata sekuat mungkin. Karena itu Poster biasanya dibuat dengan warna-warna kontras dan kuat.
Poster bisa menjadi sarana iklan, pendidikan, propaganda, dan dekorasi. Selain itu bisa pula berupa salinan karya Seni terkenal.
Seni Keramik
adalah cabang seni rupa yang mengolah material Keramik untuk membuat karya Seni dari yang bersifat tradisional sampai kontemporer. Selain itu dibedakan pula kegiatan kriya Keramik berdasarkan prinsip fungsionalitas dan produksinya.
Venus of Dolni Vestonice adalah karya Keramik tertua yang pernah ditemukan. Ceramics di Nove and Bassano
Keramik dari awal sangat populer dengan fungsinya sebagai benda dekoratif. Hal ini bisa diketahui daripeninggalan Republik Venisia pada tahun 400an. Dicatat pula bahwa produksi massal dimulai pada abad 17 di Nove and Bassano del Grappa. Ashura adalah perusahan terpenting di daerah tersebut
Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran.
Kamus dan ensiklopedi tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. (Yusuf, 1998:2).
Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas.
Kurangnya beberapa elektron bebas keramik membuat sebagian besar bahan keramik secara kelistrikan bukan merupakan konduktor dan juga menjadi konduktor panas yang jelek. Di samping itu keramik mempunyai sifat rapuh, keras, dan kaku. Keramik secara umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik dibanding kekuatan tariknya
Keragaman seni budaya bangsa Indonesia, di antaranya terlihat melalui produk kriya tradisional tersebar di berbagai daerah di Indonesia dengan karakter dan gaya  seni masing-masing. Eksistensinya menambah maraknya keindahan bumi pertiwi, bak mozaik seni budaya di persada nusantara. Kehadiran aneka produk kriya tradisional itu merupakan potensi yang membanggakan karena didalamnya mengandung kompleksitas nilai dan kompetensi, sesuai tingkat peradaban dan kehidupan insan pendukungnya sejak jaman prasejarah sampai jaman modern. Sesuai jiwa jamannya, produk kriya tradisional Indonesia mengandung muatan nilai-nilai sosial, politik, ekonomi, budaya, spiritual, dan material yang dapat dipergunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat peradapan, kemajuan pola pikir, kesadaran, dan kepekaan rasa seseorang, berikut tingkat peradaban dan tataran hidup masyarakat pendukungnya.
Disadari, bahwa nilai-nilai yang di kandung produk Seni Kriya tradisional selalu mengalami perubahan dan perkembangan, mengalami kontinuitas dan dekontinuitas selaras dengan tuntutan perkembangan jaman, baik yang terjadi pada masa prasejarah, jaman purba, jaman madia, jaman modern, maupun pada era keterbukaan dan global. Ketika kehidupan manusia berada pada tataran hidup berpidah-pindah dengan kepercayaan animis dan dinamis, maka kehadiran Seni Kriya sangat bergayut dengan kondisi-kondisi kehidupan kala itu, demikian pula pada jaman purba, jaman madia, dan seterusnya.
Kehadiran Seni Kriya dapat dinyatakan sangat erat dengan peri kehidupan itu sendiri, Seni Kriya berasal dari masyarakat dan kembali untuk kepentingan mereka. Seni Kriya berada di tengah masyarakat sebagai cabang seni yang membumi dan merakyat. Hal ini bukanlah sejenis slogan semata, tetapi hal itu adalah suatu kenyataan. Seperti diketahui, hadir pada Seni Kriya semua jenjang kehidupan masyarakat, baik di kalangan ekonomi lemah, ekonomi menengah, maupun ekonomi kuat. Umumnya masyarakat memerlukan kehadiran Seni Kriya di dalam kehidupan mereka, terutama sebagai sarana hidup untuk mengangkat harkat dan martabatnya. p Seni Kriya ernah menjadi perangkat simbol status seseorang, Seni Kriya bisa menjadi produk industri yang memiliki nilai ekonomi, dan Seni Kriya juga berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan material maupun spiritual. Meningkatnya sarana hidup, membuka peluang berkembangnya Seni Kriya guna menjawab berbagai kepentinygan hidup, hal itu mempunyai pengaruh kuat terhadap eksistensi dan perkembangannya. Seni Kriya yang sangat lekat dengan kebutuhan hidup itu memiliki peluang dan berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi unit usaha produksi yang bersifat industrial, sekaligus menjadi komuditas yang handal di bidang perdagangan. Hal ini terbukti banyak cabang Seni Kriya yang setelah melalui pembinaan serius berhasil memenuhi tuntutan pasar dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pendukungnya, bahkan mendatangkan devisa negara.